Sensus penduduk
tahun 2000 mencatat bahwa jumlah umat Islam di negara ini mencapai 88,22%. Hal
ini menyebabkan kemajuan agama Islam di Indonesia berkembang pesat setiap
tahunnya. Indonesia merupakan negara penganut Islam Sunni terbesar. Sunni
adalah kelompok ummat Islam yang mengikuti sunnah dan berjamaah sehingga
disebut Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Ahlussunnah adalah mereka yang
senantiasa tegak diatas islam berdasarka Al-Quran dan Hadist yang shahih dengan
pemahaman para tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Sekitar 90% umat muslim sedunia
merupakan kaum sunni (Rocky Sistarwanto, 2010-80).
Kaum Sunni di
Indonesia terbagi kedalam dua kelompok besar yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul
Ulama. Muhammadiyah adalah organisasi masyarakat yang didirikan di Jogjakarta
pada tanggal 18 November 1912 Masehi oleh KH. Ahmad Dahlan. Peranan
Muhammadiyah di masa perjuangan kemerdekaan lebih di titik beratkan pada
kegiatan mencerdaskan bangsa Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan hidup
mendirikan sekolah-sekolah “modern”, panti asuhan, rumah sakit bahkan
rumah-rumah penampungan bagi orang-orang miskin.
Sedangkan Nahdlatul
Ulama adalah organisasi masyarakat yang berdiri di Surabaya tanggal 31 Januari
1926. Dua tokoh penting dalam upaya mendirikan organisasi ini adalah KH. Hasyim
Asy’ari adan KH. Wahab Hasbullah. Berbeda dengan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama
lebih fokus dengan kegiatan pendidikan dengan sistem pesantren dan
pengajian-pengajian. Nahdlatul Ulama adalah organisasi masyarakat yang
berpedoman kepada Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah
aliran pemahaman keagamaan yang bercita–cita mengamalkan syariat Islam secara
murni sesuai kehendak Allah SWT.
Nahdlatul Ulama menggunakan peran strategis untuk berdakwah yaitu 3T 1I
(Tawassuth, Tasamuh, Tawazun dan I’tidal).
Pertama, at-tawassuth
atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim
kanan. Tawassul
adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan
ketaatan kepada-Nya, beribadah kepada-Nya, mengikuti petunjuk Rasul-Nya dan
mengamalkan seluruh amalan yang dicintai dan di ridhai-Nya, lebih jelasnya
adalah kita melakukan suatu ibadah dengan maksud mendapatkan keridhaan Allah
dan surga-Nya.Tawassul adalah salah satu metode
dalam berdoa dari sekian cara dalam berdo’a kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’aala.
Ini disarikan dari firman
Allah SWT:
Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah: 143).
Kedua at – tawazun
atau seimbang dalam segala hal, termasuk dalam penggunaan dalil ‘aqli (dalil
yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber
dari Al – Qur’an dan Hadits).
Firman Allah SWT:
Sungguh kami telah mengutus rasul-rasul kami
dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama
mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan. (QS al-Hadid:
25).
Ketiga, al-i'tidal atau tegak lurus. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:
Wahai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak
membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil.
Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak
adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan
bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.(QS.al-Maidah:8)
Selain ketiga
prinsip ini, golongan Ahlussunnah wal Jama'ah juga mengamalkan sikap tasamuh
atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang
memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Tasamuh
adalah " sikap akhlak terpuji dalam pergaulan, di mana terdapat
rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang
digariskan oleh ajaran Islam”.
rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang
digariskan oleh ajaran Islam”.
Namun bukan
berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam
meneguhkan apa yang diyakini. Firman Allah SWT :
Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia ingat dan takut.(QS.Thaha:44)
Ayat ini
berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS agar
berkata dan bersikap baik kepada Fir'aun. Al-Hafizh Ibnu Katsir (701-774 H/ 1302-1373
M) ketika menjabarkan ayat ini mengatakan, "Sesungguhnya dakwah Nabi Musa
AS dan Nabi Harun AS kepada Fir'aun adalah menggunakan perkataan yang penuh
belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan supaya lebih menyentuh
hati, lebih dapat diterima dan lebih berfaedah". (Tafsir Al-Qur’anil
‘Azhim, Juz III halaman 206 ).
Dalam tataran praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq
bahwa prinsip-prinsip ini dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut:
(Lihat Khitthah
Nahdliyah, hal 40-44). 1. Akidah terbagi:a.
Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli,
b. Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam, c. Tidak gampang menilai salah
atau m hkan vonis syirik, bid'ah apalagi kafir. 2. Syari'ah terbagi:a.
Berpegang teguh pada enjatu Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,
b. Akal baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang je1as (sharih/qotht'i), c. Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang multi-interpretatif (zhanni), 3. Tashawwuf atau Akhlak terbagi: a. Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam, b. Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu. c. Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah atau berani (antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong dan rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan boros), 4. Pergaulan antar golongan terbagi:a. Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur pengikatnya masing-masing, b. Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda.c. Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai, d. Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam, 5. Kehidupan bernegara terbagi:a. NKRI (Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa, b. Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama, c. Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah, d. Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya dengan cara yang baik, 6. Kebudayaan terbagi:a. Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma dan hukum agama, b. Kebudayaan yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal, c. Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan (al-muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah), 7. Dakwah terbagi:a. Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT, b. Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas, c. Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas, disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.(KH Muhyidin Abdusshomad, Pengasuh Pesantren Nurul Islam, Ketua PCNU Jember).
b. Akal baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang je1as (sharih/qotht'i), c. Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang multi-interpretatif (zhanni), 3. Tashawwuf atau Akhlak terbagi: a. Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam, b. Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu. c. Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah atau berani (antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong dan rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan boros), 4. Pergaulan antar golongan terbagi:a. Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur pengikatnya masing-masing, b. Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda.c. Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai, d. Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam, 5. Kehidupan bernegara terbagi:a. NKRI (Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa, b. Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama, c. Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah, d. Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya dengan cara yang baik, 6. Kebudayaan terbagi:a. Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma dan hukum agama, b. Kebudayaan yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal, c. Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan (al-muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah), 7. Dakwah terbagi:a. Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT, b. Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas, c. Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas, disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.(KH Muhyidin Abdusshomad, Pengasuh Pesantren Nurul Islam, Ketua PCNU Jember).
Dalam penjelasan diatas Nahdlatul Ulama
memmpunyai perana penting dalam mempertahankan NKRI. Sejarah berdirinya Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak lepas dari peran para pejuang muslim
atau lebih tepatnya kaum santri (Kuntowijoyo, 2008). Kaum santri adalah
masyarakat jawa yang secara sosial budaya memegang kuat tradisi lokal namun
juga sangat taat terhadap ajaran-ajaran agama seperti ibadah, sholat lima
waktu, puasa ramadhan atau membayar zakat (Harsya W Bachtiar, 2001). Sesuai
dengan kata dalam pancasila yang berbunyi “dengan menjalankan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”, Nahlatul Ulama rela
menghilangkannya demi persatuan bangsa tanpa harus mengorbankan aqidah. Ini
gambaran jelas NU sangat konsisten dengan perjuangan para pahlawan yang berasal
dari berbagai latar belakang agama dan etnis yang ikut berjuang memerdekakan
bangsa Indonesia dari penjajah. Dengan demikian, sudah menjadi keyakinan warga
Nahdliyin bahwa pancasila merupakan wujud upaya umat Islam dalam mengamalkan
agamanya (Ibid, halaman 29).
Bersama
masyarakat Indonesia ikut mengambil bagian penting dalam perang kemerdekaan,
rapat besar wakil-wakil daerah Nahdlatul Ulama se- Jawa (di Surabaya paa
tanggal 21 sampai 22 Oktober 1945) mencetuskan Resolusi Jihad (Martin Van
Bruinnessen, 1994 halaman 59). Resolusi artinya putusan pendapat berupa
permintan yang ditetapkan dalam rapat (KBI, 2008). Isi Resolusi Jihad tahun
1945 adalah: 1. Memohon dengan sangat kepada pemerintah Republik Indonesia
supaya menentukan sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap
usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan dan agama dan negara Indonesia
terutama terhadap pihak Belanda dan kaki tangannya, 2. Supaya memerintahkan dan
melanjutkan perjuangan bersifat”sabilillah” untuk tegaknya Republik
Indonesia Merdeka dan agama Islam. (Lampiran 1 Resolusi Jihad NU)
Peranan penting
dalam Resolusi Jihad NU atas peran politik dan militernya untuk mempertahankan
NKRI adalah pertama, Resolusi NU mempunyai peran yang sangat urgen dalam
mempertahankan NKRI yang selama bertahun-tahun dijajah oleh bangsa asing.
Resolusi tersebut adalah keputusan politik NU memandang seruan utuk jihad serta
memberdayakan ummat sesuai dengan semangat nasionalismenya. Nahdlatul Ulama
yang selalu mengutamakan kepentingan ummat pada saat itu NU mengambil
keputusan-keputusan penting dalam resolusi jihad melalui syurok-syurok (rapat)
se-Jawa dan Madura serta pada keputusan Muktamar di Purwokerto. Kedua, dampak
dari Resolusi Jihad adalah kemerdekaan bangsa Indonesia yang telah dirasakan
oleh bangsa Indonesia sampai sekarang. Sementara dampak bagi Internal NU adalah
bnayaknya santri yang direkrut menjadi Tentara Negara Indonesia (TNI) serta
para kyai mendapatkan penghargaan sebagai pahlawan nasional. Momentum resolusi
jihad NU ini setidaknya bisa merefleksi
diri kita akan semangat nasionalisme para pejuangan terdahulu khususnya pejuang
NU, serta banyak teladan dari tokoh pendiri NU seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH.
Wahab Hasbullah dan lain sebagainya.
Perjuangan
Nahdlatu Ulama tidak berhenti dari sini, kepedulian Nahdlatul Ulama akan Negara
Republik Indonesia. Pada pertemuan di Cipanas diisi oleh dialog antara para
ulama dengan Soekarno, tidakkurang disertakan berbagai kitab yang berkaitan
dengan masaah tersebut. Hasil dari diskusi terseut disimpulkan bahwa Bung Karno
memang memiliki syarat sebagai Waliyul Amri, seorang pemimpin yang jujur,
berwibawa, dan seorang muslim. Untuk menunjukkan itikadnya sebagai seorang
muslim dan seorang pemimpin yang memenuhi syarat sebagai Waliyul Amri. Waliyul
Amri yaitu seorang yang jujur, adil, mempunyai kekuatan dan kewibawaan.
Sampai sekarang
tidak dipungkiri NU merupakan salah satu organisasi masyarakat terbesar di
Indonesia yang mempunyai eksistensi sangat bagus. NU telah menemani separuh
jalan perjuangan untuk mempertahankan Negara Republik Indonesia dari penjajah.
Apabila sebagai umat Islam khususnya masyarakat di Indonesia dapat
merefleksikan perjuangan Resolusi Jihad NU pada tahun 1945 dengan baik pasti
Islam berjaya. Pada momentum seperti tahun 2014 adalah tahun PEMILU (Pemilihan
Umum) raya, setidaknya mampu membangkitkan semangat seperti pada saat Resolusi
Jihad kaum Nahdliyin pada tahun 1945.
Meskipun
demikian, banyak kecaman datang dari berbagai kalangan dan tokoh-tokoh Islam
terhadap pemeberian gelar tersebut. Persatuan Islam (Persis) menyatakan bahwa
istilah tersebut hanya dapat digunakan
pada negara-negara yang berdasarkan Islam. Oleh karena itu, menyebutkan
konfreansi di Cipanas yang dilakukan oleh para ulama-ulama yang tidak mampu
mengambil hukum dari sumber ajaran-ajaran Islam yaitu Al-Quran dan Hadist.
Pemilihan pemimpin
pada tahun 1955 sepatutnya dapat dijadikan tolak ukur dan menjadi refleksi
masyarakat. Sebagai warga negara Indonesia yang baik seharusnya dapat
mensukseskan Pemilu pada tanggal 9 April 2014 yang akan datang, dengan adanya
perbedaan dalam pemilu itu sebaiknya mampu menjadi wacana untuk masyarakat Indonesia. Mekipun
banyak perbedaan dikalangan partai politik islam (PKB, PPP, PAN, PBB, dan PKS)
yang lolos dalam kandidat pemilu 2014 itu adalah suatu keindahan tetapi prinsip
(Syariat Islam) tetap sama yang siap ditegakkan di bumi milik Allah SWT,
bendera boleh beda tapi visi dan misi tetap sama yaitu dakwah, itulah Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah yang sangat loyal untuk dijadikan sebagai perekat bangsa.
Fanatisme akan membuahhasilkan kemustahilan akan kemenangan persatuan dan
kesatuan bangsa dan sangat bertentangan dengan ideologi Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
Gunaji. 2009. Resolusi Jihad NU 1945
Peran politik dan Militer NU dalam Mempertahankan Kedaulatan NKRI. Intitut
Agama Islam Negeri Sunan Kali Jaga Yogyakarta. (online) http:
// digilib. uin. suka. ac. Id /4875/1/BAB%20I%2CV%2C%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf (Diakses, 16 Februari
2014).
Harsya W, Bachtiar. 2001. dalam
Gunaji. 2009. Resolusi Jihad NU 1945 Peran politik dan Militer NU dalam
Mempertahankan Kedaulatan NKRI. Intitut Agama Islam Negeri Sunan Kali Jaga
Yogyakarta. (online) http://digilib.uin-suka.ac.id/4875/1/BAB%20I%2CV%2C%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf (Diakses, 16 Februari 2014).
Hasan, Kholik. 2013. Kami
Bersyukur Menjadi Orang NU. Jombang: Pustaka Al-Fatah
Hidayat, Wahyu Yuliyanto. 2002.
Fatwa Jihad NU Dalam Konteks Negara Indonesia (Studi Analitis Terhadap Resolusi
Jihad NU Tahun 1945 dan 1946). Intitut Agama Islam Negeri Sunan Kali Jaga
Yogyakarta. (online) http://digilib.uin-suka.ac.id/4056/1/BAB%20I,V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf (Diakses, 16 Februari 2014).
Ibid, halaman 29 dalam Gunaji. 2009.
Resolusi Jihad NU 1945 Peran politik dan Militer NU dalam Mempertahankan
Kedaulatan NKRI. Intitut Agama Islam Negeri Sunan Kali Jaga Yogyakarta.
(online) http:
// digilib. uin. suka. ac. Id / 4875/ 1/ BAB% 20I%2CV%2C%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf (Diakses, 16 Februari
2014).
Nuralim, Mashum. Paham Ahlus Sunnah
Wal Jamaah Menurut Nahdlatul Ulama. Dekan Fakultas Ushuludin IAIN Sunan Ampel
Surabaya. Fjurnalushuluddin. files.
Wordpress.com%2F2008%2F03%2Faswajamakalahku.pdf&ei=x5UBU_XyLImRrAfJxYDYBw&usg=AFQjCNGMnOrZ_HoUKVcAlpUnSDGPoXEr-g
(Diakses, 16 Februari 2014).
Parawansa, Khofifah Indar. 2009. Ahlussunnah
Wal Jamaah Panduan Internal dan Fatayat NU. Jakarta: Himpunan Da’iyah dan
Majlis Ta’lim Muslimat Nahdlatul Ulama Pusat.
Rosyidi, Rifqi. 2008. Pendidikan
Al-Islam. Surabaya: Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Jawa Timur.
Setya Nugraha, G, R Maulina F. 2008.
Kamus Besar Indonesia. Surabaya: Karina (halaman 518).
Siswantoro, Rocky. 2010. Analisis
Potensi Ideologis Islam. Jakarta: Universitas Indonesia .(online) Flontar. ui.
ac. Id % 2 F file %3Ffile%3Ddigital%2F135817-T%252027987 Potensi %2520 ideologisasi
Analisis. Pdf &ei=N5ABU5SO9 DjrAfV3IHQBw&usg =AFQjCNH8_jBjN8JUn2i08Fh02z350vkvuA.
(Diakses, 17 Februari 2014)
Van Bruinnessen, Martin. 1994. Dalam
Hidayat, Wahyu Yuliyanto. 2002. Fatwa Jihad NU Dalam Konteks Negara Indonesia
(Studi Analitis Terhadap Resolusi Jihad NU Tahun 1945 dan 1946). Intitut Agama
Islam Negeri Sunan Kali Jaga Yogyakarta. (online) http://digilib.uin-suka.ac.id/4056/1/BAB%20I,V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf (Diakses, 16 Februari 2014).
Wahid, Hasyim. 2009. Ilusi Negara
Islam Ekspansi Negara Islam Transnasional di Indonesia. Jakarta: The Wahid Hasyim.
(Online) www.
bhinnekatunggalika.
org%2Fdownloads%2Fprefaceprolog.pdf&ei=sooBU8_gLsL5rAeG9IH4Dw&usg=AFQjCNEpPgahsz5oDFvv_4TEVn9Icfx52w
(Diakses, 16 Februari 2014).
LAMPIRAN 1
Resolusi Jihad-1
Resolusi Jihad N.U Tentang
Djihad fi sabillilah
Bismillihirrocmanir rochim
Resolusi:
Rapat besar wakil-wakil Daerah(konsul 2) perhimpoenan
Nahdlatoel Oelama seluruh Djawa-Madura pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di
Surabaya.
Mendengar:
Bahwa ditiap-tiap daerah diseluruh Djawa-Madura
bternyata betapa besarnya hasrat ummat Islam dan Alim Oelama ditempat masing-masing
untuk mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
MERDEKA.
Menimbang:
a. Bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan
Negara Republik Indonesia menurut hukum agama Islam, termasuk sebagai kewajiban
bagi tiap-tiap orang Islam.
b. Bahwa di Indonesia warga negaranya adalah
sebagai besar terdiri dan Umat Islam.
Mengingat:
a. Bahwa oleh pihak Belanda (NICA) dan Djepang
yang datang dan berada disini telah banyak sekali didjalankan kedjahatan dan
kkedjaman jang mengganggu kententraman umum.
b. Bahwa semua jang dilakukan oleh mereka itu
dengan meksud melanggar Kedaulatan Negara Republik Indonesia dan Agama, dan
inmgin kembali mendjajah disini maka dibeberapa tempat telah terjadi
pertempuran jang mengorbankan beberapa banyak jiwa manusia.
c. Bahwa pertempuran-pertempuran itu sebagian
besar telah dilakukakan oleh Ummat Islam jang meras wajib menurut Agamannya
untuk mempertahankan kemerdekaan Negara dan Agamanya.
d. Bahwa didalam menghadapi sekalian
kedjadian-kedjadian itu perlu mendapat perintah dan tuntunana jang njata dari
Pemerintah Republik Indonesia jang sesuai dengan kedjadian-kedjadian tersebut.
Memetuskan:
1. Memohon dengan sangat kepada Pemerintah
Republik Indonesia supaja menentuka suatui sikap dan tindakan jang njata serta
sepadan usaha-usaha jang akan membahajakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara
Indonesia terutama terhadap pihak Belanda dan Kaki Tngannya
2. Supaja memerintahkan melandjutkan
perjuangan bersifat “sabilillah” untuk tegaknya Negara Republik Indonesia
Merdeka dan Agama Islam.
Surabaja, 22 Oktober 1945
LAMPIRAN 2
HB. NAHDLATOEL OELAMA
Resolusi djihad-II
NADLATOEL OELAMA
“R E S O B L U S I”
MOEKTAMAR NAHDLATOEL ‘OELAMA’ ke-XVI
jadi diadakan di POERWOKWRTO moelai malam hari rebo 23 hingga malam sabtoe
Rb.’oetsani 1365, bertepatan 26 hingga 29 maret 1946.
Mendengar:
Keterangan-keterangan tenteng soesana
genting jang melipoeti indonesia sekarang, disebabkan datangja kembali kamoe
pendjadjah, dengan dibantoe oleh kakitanganja jang menjeloendoep ke dalam
masjarakat indonesia:
Mengingat:
a. Bahwa indonesia adalah negeri islam
b. Bahwa oemmat islam dimasa laloe talah
tjoekope menderita kedjahatan dan kezholiman kaoem pendjadjah;
Menimbang:
a. Bahwa mereka (kaoem pendjajah) telah
mendjalankan kekedjaman,kedjahatan dan kezholiman dibeberapa daerah daripada
indonesia
b. Bahwa mereka telah mendjalankan
mobilisasi(pengerahan tenaga peperangan) oemoem,goena memeperkosa kedaoelatan
repoeblik indonesia;
Berpendapat:
Bahwa oentoek menolak bahaja
pendjadjahan itoe tidak moengkin dengan djalan pembitjaraan sadja:
1. Berperang menolak dan melawan
pendjadjahan itoe fardloe ‘ain (yang harus dikerdjakan oleh tiap-tiap orang
islam,laki-laki.perempoean,anak-anak,bersendjata atau tidak (bagi orang jang
berada dalam djarak lingksr 94 km.dan dapat masoek kedoedoekan moesoeh)
2. Bagi orang-orang jadi berada diluar
djarak lingkar tadi,kewadjiban itu fordloe kifayah (yang tjoekoep,kalau
dikerdjakan sebagai sadja)
3. Apa bisa kekoeatan dalam No. 1 beloem
dapat mengalahkan moesoeh,maka orang-orang jang berada diloar djarak lingkaran
94 km. wadjib berperang djoega membantoe No.1, sehingga moesoeh kalah.
4. Kaki tangan moesoeh adalah pemetjah
teqad dan kehendak ra’jat, dan haroes dibinasakan menoeroet hoekoem islam sabda
Chadits, riwajat moeslim
Resoeloesi mi disampaikan kepada:
1. P.J.M Presiden Repoeblik Indonesia
dengan perantaraan delegasi Moe’tamar
2. Panglima tertinggi T.R.I
3. M.T. Hizboellah
4. M.T. Sabillilah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar